Jumat, 16 Desember 2011

Penelitian Manusia (human studies)


BAB I
Pendahuluan

A.    Pendahuluan
Walaupun kebanyakan upaya penelitian dikerjakan oleh peneliti-peneliti kedokteran dalam labolatorium, sehingga tidak diketahui dan diamati oleh khalayak ramai, namun tidak ada ciri kedokteran modern yang mempunyai efek begitu dramatis atas banyak orang seperti penelitian. Melalui perancangan yang amat seksama dan eksperimen-eksperimen yang dijalankan dalam waktu yang tidak terhitung jamnya, para peneliti mampu mengidentifikasi banyak penyakit dan merancang vaksin-vaksin untuk pencegahannya. Contohnya pada penyakt cacar, penyakit pada anak seperti folio, tetanus dan sumber-sumber lain penyakit manusia telah memungkinkan karena penelitian tentang sebab sebabnya. Upaya-upaya yang sama dijalankan terhadap penyakit yang ada pada zaman sekarang seperti; AIDS, kangker dan penyakit jantung
Sekalipun manfaat ini telah diperoleh, namun ada beberapa masalah berkaitan dengan penelitian, khususnya selama dasawarsa terakhir ini. berbagai kasus yang mendapatkan liputan luas dalam media massa telah menimbulkan pertanyaan tentang persetujuan subjek penelitian, seperti menjangkiti anak-anak dengan hepatitis tanpa persetujuan, menyuntik sel kanker hati ke pasien-pasien panti werda, dan tidak mengobati sifilis, supaya perkembangan alamian penyakit ini  dapat diamati.  Percobaan-percobaan  yang dilakukan oleh dokter Nazi dalam kamp-kamp konsentrasi menimbulkan pertanyaan-pertanyaan tentang motivasi para dokter dan ilmu pengetahuan yang diperoleh.  Dan kasus-kasus yang dipublikasikan akhir-akhir ini tentang penipuan melalui pemalsuan data-data, atau dengan memfantasikan pasien-pasien atau dengan menghayalkan eksperimen-eksperimen, telah menarik perhatian pada bahaya yang melekat pada suasana terlalu kompetitif  dalam laboratorium.
Keprihatinan seperti itu maupun keinginan menjamin standar-standar penelitian yang secara tradisional tinggi serta integritas para ilmuan, telah mengakibatkan suatu proses panjang, guna mengembangkan etika tentang peneltian atas subjek-subjek manusia




















BAB II
Pembahasan

A.      Pengertian Penelitian Pada Manusia
Kemajuan Iptek kedokteran bertumpu pada penelitian  yang dilakukan, termasuk penelitian  biomedik yang dilakukan pada manusia sebagai subjek. Penelitian  biomedik yang menjadikan masnusia sebagai subjek penelitian tak dapat dihindari, walaupun telah dilakukan uji coba pada hewan, karena adanya perbedaan spesies antara keduanya.  Jadi walaupun hasil uji coba pada hewan ternyata efektif dan aman, belum tentu hasilnya sesuai dengan manusia sebagai subjek.  Uji coba pada manusia harus dilakukan, hal ini memerlukan pengawasan dan persyaratan yang ketat termasuk dari segi etik oleh peneliti.  Peneliti yang kompeten, jujur, objektif dan terbuka.
Penelitian manusia ialah penelitian yang dilakukan pada manusia untuk mengetahui sebab ataupun gejala dari suatu penyakit, yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang akurat tentang perkembangan suatu penyakit. Manfaatnya bagi umat manusia adalah untuk mengatasi, mencegah dan mengobati penyakit yang dialami oleh manusia.

B.       Prinsip Etika Penelitian atas Subjek Manusia
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity).
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki kebebasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan prinsip menghormati harkat dan martabat manusia, adalah: peneliti mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent) yang terdiri dari:
a. penjelasan manfaat penelitian
b. penjelasan kemungkinan risiko dan ketidaknyamanan yang dapat
ditimbulkan
c. penjelasan manfaat yang akan didapatkan
d. persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
subyek berkaitan dengan prosedur penelitian
e. persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja
f. jaminan anonimitas dan kerahasiaan.
Namun kadangkala, formulir persetujuan subyek tidak cukup memberikan proteksi bagi subyek itu sendiri terutama untuk penelitian-penelitian klinik karena terdapat perbedaan pengetahuan dan otoritas antara peneliti dengan subyek (Sumathipala & Siribaddana, 2004). Kelemahan tersebut dapat diantisipasi dengan adanya prosedur penelitian (Syse, 2000).
2.  Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy and confidentiality.
Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi. Sedangkan, tidak semua orang menginginkan informasinya diketahui oleh orang lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak dasar individu tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas subyek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau identification number) sebagai pengganti identitas responden.
3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness).
Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional,  berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan, keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan religius subyek penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian. Keadilan memiliki bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimanakah keuntungan dan beban harus didistribusikan di antara anggota kelompok masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat. Sebagai contoh dalam prosedur penelitian, peneliti mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak subyek untuk mendapatkan perlakuan yang sama baik sebelum, selama, maupun sesudah berpartisipasi dalam penelitian.
4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms andbenefits) (Milton, 1999; Loiselle, Profetto-McGrath, Polit & Beck, 2004).
Pelaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang merugikan bagi subyek (nonmaleficence). Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cedera atau stres tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stres, maupun kematian subyek penelitian.
1.     Persetujuan mengikuti penelitian (Informed Consent)
Informasi Persetujuan adalah mekanisme prinsip untuk menjelaskan studi penelitian kepada peserta potensial dan memberikan kesempatan mereka untuk membuat keputusan apakah akan berpartisipasi atau tidak. Hal ini adalah landasan dari perlindungan hak asasi manusia. Tiga elemen dasar dari Informasi Persetujuan adalah kompetensi, pengetahuan, dan kesukarelaan.
Dalam konteks penelitian, hak asasi tersebut rentan untuk dilanggar disebabkan dari tiga sumber yaitu: kerentanan intrinsik (kondisi mentalitas calon peserta), kerentanan ekstrinsik (faktor kondisi lingkungan peserta), serta kerentanan hubungan (kondisi hubungan antar peserta dengan peneliti atau peserta lain).
Suatu hal yang harus diperoleh peneliti dari subjek penelitian adalah persetujuan.  Menurut panitia Hak Asasi Komite Etik IFGO (International Federation of Gynecology and Obstratric), informed consent adalah persetujuan yang diperoleh secara bebas tanpa adanya tekanan atau bujukan, setelah subjek penelitian memperoleh keterangan yang wajar, jelas dan lengkap, serta disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh subjek penelitian.
Peneliti jarus menjelaskan semua keterangan menyangkut penelitian yang akan dilaksanakan, manfaat dan resiko yang mungkin timbul. Agar mengetahui subjek peneliti mengerti dengan penjelasan yang diberikan, maka subjek penelitian diminta mengulangi kembali penjelasan yang telah diberikan kepadanya tetnang penelitian yang akan dilakukan padanya. Setelah itu barulah subjek penelitian menandatangani informed consent dan bagi mereka yang buta aksara dapat membubuhkan cap jempol mereka dihadapan para saksi.
Aspek-aspek yang perlu dicantumkan dalam suatu persetujuan Keikutsertaan dalam Penelitian adalah sebagai berikut :
a.       Pengakuan subjek penelitian bahwa ia secara sukarela bersedia berpartisipasi dalam penelitian
b.      Penjelasan tentang latar belakang dan sebab penelitian dilakukan
c.       Pernyataan tentang berapa lama subjek penelitian dilakukan perlu berpartisipasi dalam penelitian tersebut.
d.      Gambaran tentang apa yang diharapkan dari subjek penelitian, setiap prosedur eksperimen perlu dijelaskan. Hasil menunjukkan bahwa suatu penelitian dapat menjadi lebih sukses dikarenakan pengetahuan akan penelitian tersebut oleh para pesertanya. Hal ini disebabkan peserta dapat memberi informasi tambahan yang detail mengenai hasil yang terjadi dan dapat pula member masukan yang membangun ataupun member umpan balik untuk diteliti lebih lanjut. Saat ini masih dikembangkan berbagai metode untuk keberhasilan penelitian dengan cara memberi pengetahuan tambahan di bidang tertentu kepada peserta, terutama pada penelitian yang bersifat berkelanjutan.
e.       Gambaran mengenari manfaat dan resiko yang mungkin dialam subjek.
f.       Gambaran tentang manfaat (termasuk imbalan) dan kerugian bagi subjek.
g.      Informasi mengenai pengobatan dan alternatifnya yang akan diberikan kepada subjek bila mengalami resiko dalampenelitian.
h.      Gambaran tentang terjaminnya rahasia biodata dari hasil penelitian medis subjek.
i.        Jumlah subjek penelitian yang akan ikut serta dalam penelitian tersebut dan dimana lokasi penelitian akan dilaksanakan.
j.        Menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh subjek.
k.      Meneguhkan bahwa subjek penelitian haruslah sukarela, bahwa subyek dapat memutuskan untuk meninggalkan penelitian tanpa dirugikan, bahwa apabila ia bersedia berpartisipasi kemudian sesudah jangka waktu tertentu ia meninggalkan penelitian, ia bebas pergi tanpa ada sanksinya.
l.        Nama jelas dan alamat berserta nomor telepon yang lengkap, kepada siapa calon subyekdapat menanyakan tentang masalah kesehatan yang mungkin muncul berkaitan dengan penelitian tersebut.
m.    Jumlah subyek penelitian yang akan turut serta dalam penelitian dan lokasi penelitian akan dilaksanakan.
Persetujuan merupakan masalah kunci dalam penelitian. Unsur-unsur penting persetujuan penelitian :
a.         Persetujuan melindungi otonomi pasien, dengan memberi persetujuan (atau tidak) kepada penelitian, si pasien menguasai kehidupannya sendiri.  Kondisi seorang peserta tidak secara otomatis menghilangkan haknya untuk menentukan kesediaan atau tidak mengenai keterlibatan dalam penelitian. Pilihan keputusan peserta harus tetap dihormati. Jika peserta yang potensial bertekad untuk menjadi orang yang kompeten dalam penelitian, peneliti harus memperoleh Informasi Persetujuan dari peserta. Jika peserta tersebut tidak cukup kompeten untuk memberikan Informasi Persetujuan, hal ini harus diperoleh dari pengasuhnya atau hal sebagai pengganti persetujuan lainnya.
b.      Persetujuan melindungi martabat manusia. Pasien diakui sebagai sebuah pusat nilai yang tidak boleh dipakai sebagai obyek.
c.       Persetujuan berpungsi untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa para subjek tidak dimanipulasi atau ditipu.
d.       Persetujuan menciptakan suasana kepercayaan antara subjek dan dokter.
Pada akhirnya dengan adanya persetujuan maka dapat membantu subjek menjadi lebih baik. Karena mengetahui lebih banyak tentang proyek penelitian, si subjek dapat memberikan informasi lebih baik, bekerja sama lebih intensif, dan terutama menjadi lebih rajin dalam memenuhi persyaratan studi.



2.        Seleksi Subjek
Dalam sebuah artikel Hans Jonas membedakan empat kelompok calon subjek penelitian
a.       Calon yang terdidik, paling baik dan merupakan anggota masyarakat yang sangat bermotivasi untuk itu adalah ilmuan peneliti itu sendiri. Tradisi percobaan dengan dirinya sendiri menduduki tempat terhormat dalam ilmu pengetahuan dan banyak peneliti masik ikut serta dalam prosedur penelitian, setidaknya agar  mereka mengetahui apa yang dirasakan para subjek.
b.      Orang yang beradi dipinggiran masyarakat, mereka tidak bisa membela diri, mereka miskin dan tidak berdaya.  Orang tipe ini tidak mampu menentang kuasa dari masyarakat mapan yang ilmiah dan karena itu mereka membentuk semacam publik tahanan (pertahan umum seperti LSM)
c.       Mereka yang bersedia menjual jasa mereka. Metode ini sesuai dengan suasana perusahaan bebas yang begitu dihargai dalam masyarakat Amerika.  Dan satu-satunya masalah adalah harganya harus tepat.
d.      Pencarian melalui undian diantara masyarakat luas.  Karena semua orang menarik manfaat dari kemajuan ilmu kedokteran, semua juga merespon hal ini dengan ikut serta dalam penelitian. Sampai saat ini belum pernah dipakai, namun cara ini wajar digunakan untuk memperoleh subjek penelitian.
Masih ada cara lain yang digunakan para dokter untuk memperoleh subjek penelitian, dan cara ini paling sering dipakai.  Dokter-dokter sering kali meminta pasien mereka untuk ikut serta dalam  suatu penelitian yang mencoba suatu obat baru, metode pengobatan baru atau alat baru.  Disatu pihak cara ini menyajikan kemungkinan bagi subjek untuk mendapat manfaat langsung dari penelitian disamping memperoleh data-data baru untuk ilmu pengetahuan, namun dilain pihak cara ini memiliki aspek yang tidak menguntungkan karena mencampur adukkan peran dokter serta peran peneliti dan mengaburkan antara praktek klinis dan praktek ilmiah.
Masalah yang tersembunyi dibalik semua skema ini adalah kewajaran.  Artinya, apakah kita berlaku wajar dengangan memilih subjek penelitian.  Yang harusdihindarkan adalah suatu kelompok tertentu terus menerus dipakai untuk penelitian atau dikenakan resiko karena tidak sanggup menolak diikut sertakan dalam penelitian.

3.        Kewajiban ikut serta dalam penelitian
Masalah wajar atau tidak dalam memperoleh subjek penelitian, menjadi latar belakang masalah untuk menanyakan, apakah ada kewajiab untuk ikut serta dalam penelitian.  Beberapa pengarang menyarankan bahwa rasa solidaritas menuntut, aga semua orang bersedia menjadi suyek penelitian.  Karena kita mendapat manfaat kerena kesedian orang lain menjadi subjek penelitian, maka kita juga harus bersedia menjadi subjek penelitian, sehingga orang laind apat merasakan manfaatnya.
Altruisme bisa juga menjadi motif dan ikut serta dalam penelitian.  Altruisme mementingkan manfaat bagi masyarakat dan faedah yang didapat oleh yang membutuhkannya.  Kebesarah hati seperti itu dapat menjadi motif bagi orang lain untuk ikut serta dan sukarela dan bisa membantu menjalin kebersamaan antara yang sakit dan sehat.
Pembenaran lain untuk mengikut sertakan dalam penelitian didasarkan atar orientasi utilitaristis.  Orang wajib ikut serta dalam penelitian karena manfaat yang didapat oleh masyarakat dan karena pengetahuan berharga yang bisa diperoleh.  Semua orientasi ini menyajikan alasan cukup untuk ikut serta dalam penelitian.

4.        Kewajiban peneliti
a.       Melaksanakan penyempurnaan rancangan penelitian, termasuk protokol dan petunjuk pelaksanaan menjadi sutu dokumen resmi penelitian.
b.      Melaksanakan penelitian sesuai protokol penelitian.
c.       Melaksanakan tertib administrasi dan kearsipan termasuk rekam akademik dan informed konsent setiap subjek penelitian
d.      Menyimpan laporan pelaksanaan penelitian yang terdiri dar:
1)    Laporan priodik
2)    Laporan khusus, sesegera mungkin tentang kasus cacat,   kematian subjek atau kasus serius lainnya yang tidak terduga sebelumnya dan dapat membahayakan subjek penelitian
3)    Laporan akhir penelitian, pali lambat setelah 3 bulan setelah penelitian selesai

C.      Melakukan Penelitian dalam Suasana Trasparan
Karena publisitas yang diberikan kepada problem-problem disekitar penelitian terjadilah sebuah diskusi mengenai cara melakukan penelitian.  Forum-forum utama bagi perdebatan ini telah dibentuk oleh presiden Amerika Serikat, diskusi ini dikembangkan dalam departemen Kesehatan Amerika Serikat dan perkembangangannya pada taraf federal.
Salah satu hasil diskusi tersebut adalah terciptanya seperangkat aturan tentang bagaimana penelitian atas manusia dilakukan. Aturan ini memiliki dua tujuan, yaitu; pertama ,aturan-aturan ini mendefenisikan dengan jelas persetujuan berdasarkan informasi: persetujuan yang dengan sadar diberikan oleh seseorang atau wakil yang diberi kuasa legal olehnya, yang berada dalam kondisi demikian sehingga ia dapat menjalankan pilihan dengan bebas, tanpa pengaruh dari luar atau unsur paksaan, penipuan, penyesatan, kekerasan atau bentuk tekanan atau paksaan lainnya.  Standar ini diakui cukup tinggi, kerana telah dipahami bahwa otonomi sebagai nilai dan sekaligus menetapkan standar tinggi untuk melindungi nilai itu.
Kedua, aturan-aturan itu merinci informasi yang harus diberikan, yaitu :
a.       Penjelasan tentang prosedur dan tujuannya, agar subjek mengetahui bahwa ia melibatkan diri dalam sebuah eksperimen.
b.      Menyebutkan resiko dan kendala yang timbul selama dan setelah eksperimen
c.       Menggambarkan manfaat yang mungkin diperoleh.
d.      Menunjukkan terapi lain yang mungkin dilakukan.
e.       Menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh subjek.
f.       Meneguhkan bahwa subjek berhak setiap saat mengundurkan diri dari eksperimen tanpa sanksi.
Aturan-aturan ni dilaksanakan melalui komisi etika Penelitian, yang dia Amerika Serikat disebut Institutional Review Board. Di Amerika Serikat suatu Komisi Etika Penelitian hanya dapat melakukan penelitian dengan manusia bila ditugaskan oleh aturan federal atau ia dapat mengawasi semua penelitian mengenai manusia yang diaakukan dalam lembganya.
Komisi etika Penelitian pada dasarnya mempunyai dua tugas, pertama, Komisi Etika Penelitian  mengawasi dan memantau penelitian yang dilakukan dalam lembaganya. Kedua, komisi ini menilai keseimbangan antara resiko dan manfaat dalamprotokol-protokol tertentu. Maksudnya adalah menjamin bahwa protokol-protokol tertentu dapat mengerti dan membahas serta menentukan dapat diterimanya atau tidak perbandingan resiko manfaat.  Pengawasan ini berusaha memastikan bahwa otonomi pasien terlindungi.
Walaupun Komisi penelitian ini menambah tahap birokrasi dan administratif baru antra subjek penelitian dan peneliti, karena penelitian berjalan normal juga.  Sebahagian besar komisi ini lebih suka menerima usul-usul penelitian, tapi berusaha menyelesaikan masalah dengan jalan perundingan. Kadng kala perundingan itu memkan waktu yang lama, dan kadang hasi perundingan mendapatkan keritikan pedas.
D.      Jenis Penelitian Pada Manusia
Ada dua jenis penelitian yang melibatkan manusia sebagai subjek penelitian, yaitu :
1.        Penelitian kedokteran yang dikombinasikan dengan pengobatan (Penelitian  Klinis)
a.       Dalam mengobati penderita, dokter harus bebas menggunakan cara diagnosis atau terapi yang baru, bila cara ini dianggap memberikan harapan untuk menyelamatkan jiwa, memulihkan kesehatan atau mengurangi penderitaan
b.      Manfaat, bahaya dan rasa yang tidak yang ditimbulkan oleh suatu metoda baru, haruslah ditimbang secara terhadap kelebihan dari metoda diagnosis dan terapi yang ada pada saat itu
c.       Dalam setiap studi kedokteran, setiap pasien harus mendapat metoda diagnosis dan terapi yang baik.
d.      Penolakan pasien dalam suatu studi tidak boleh mempengaruhi hubungan dokter dan pasien.
e.       Bila dokter menganggap esensial untuk tidak meminta persetujuan setelah penjelasan maka alasan harus dicantumkan dalam protokol riset dan disampaikan kepada panitia independen.
f.       Dalam mengkombinasi riset kedokteran dengan pengobatan untuk dapat mengkombinasikan riset pengobatan dengan pengolahan untuk mendapat pengetahuan kedokteran yang baru, tetapi hanya bisa riset ini mempunyai nilai diagnosis atau terapeutik terhadap pasien yang bersangkutan
2.        Penelitian Biomedik Non Terapeutik Pada Manusia (Penelitian Biomedik Non Klinik)
a.       Riset biomedik pada manusia dengan tujuan ilmiah murni adalah tugas dokter untuk tetap menjadi pelindung nyawa dan keselamatan manusia yang diteliti
b.      Subjek harus sukarelawan, baik orang sehat atau pasien dimana disain penelitian tidak berhubungan dengan penyakit yang diderita.
c.       Peneliti atau kelompok peneliti harus menghetinkan riset bila dipertimbangkan bahwa bila riset dilanjutkan akan membahayakan orang yang diteliti
d.      Dalam melakukan riset pada manusia , kepentingan ilmu pengetahuan atau kepentingan masyarakat tidak boleh didahulukan daripada pertimbangan kesejahteraan subjek.
3.      Penelitian Pada Subjek khusus
a.       Penelitian pada anak-anak
Anak-anak tidak diperkenankan untuk dipakai sebagai subjek penelitian yang dapat dilaksanakan pada orang dewas. Akan tetapi partisipasi anak-anak adalah mutlak perlu untuk mengadakan penelitian mengenai penanyakit anak dan kondisi yang hanya dijumpai pada anak dan rawan bagi anak.  Selalu diperlukan persetujuan dari salah satu atau kedua orang tua atau wali, setelah diberikan penjelasan lengkap mengenai eksperimen dan segala kemungkinan yang terjadi.
Jika usia anak telah memungkinkan, persetujuan harus juga diperoleh setelah dijelaskan segala kemungkinan yang akan terjadi. Anak yang sudah berusia lebih dari tujuh tahun, biasanya dapat memberikan persetujuan; namun sebaiknya disertai persetujuan dari orang tua atau walinya.
Anak-anak dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh dijadikan subjek penelitian, jika penelitian itu tidak bermaksud memberikan keuntungan bagi diri mereka, kecuali kondisi yang khusus bagi masa balita atau pertumbuhan anak-anak.
b.      Penelitian pada wanita hami atau wanita yang menyusui
Sebenarnya tidak ada masalah mengenai persetujuan setelah penjelasan terhadap wanita hamil dan menyusui, namun mereka jangn dilibatkan dalam penelitian nonterapeutik, yang mengandung kemungkinan membahayakan janin atau neonatus, kecuali eksperimen ini bertujuan untuk mengungkap maslah mengenai kehamilan atau laktasi. Penelitian terspeutik diizinkan hanya dengan tujuan meningkatkan kesehatan ibu, tanpa merugikan kesehatan bayi atau janin. Juga yang meningkatkan vibialitas janin, meingkatkan perkembangan bayi atau meningkatkan kemampuan ibu untuk pertumbuhan baik janin maupun bayi.
c.         Penelitian pada penderita dengan penyakit jiwa dan cacat mental (mentally ill and mentally defective person)
Untuk kelompok ini dianut pertimbangan yang sama seperti pada anak-anak.  Mereka ini jangan diikut sertakan pada penelitian yang dapat dilakukan pada orang dewasa yang tidak berpenyakit jiwa. Namun hanya mereka yang dapat digunakan sebagai subjek untuk meneliti sebab penyakit jiwa dan pengobatannya.
Persetujuan juga harus diperoleh dari pihak keluarga, juga jika mereka telah dimasukkan kedalam rumah sakit jiwa, sebagai hasil keputusan pengadilan.
d.        Penelitian kepada mereka dengan status sosial yang lemah (vulnerable) lainnya
Kulitas persetujuan dari kelompok ini harus betul-betul ipertimbangkan, karena kesukarelaan mereka dapat dipengaruhi karena keuntungan yang mereka peroleh sebagai hasilkeikut sertaan dalam penelitian.
e.         Penelitian dalam masyarakat yang sedang berkembang
Masyarakt pedesaan di negara-negara yang sedang berkembang tidak megerti konsep dan ilmu kedokteran eksperimen. Selain itu di pedesaan terdapat penyakit yang memnyebabkan beberapa kematian yang mungkin tidak dijumpai dimasyarakat yang maju.. penelitian mengenai pencegahan dan pengobatan penyakit-penyakit tersebut amatlah penting dan hanya dapat dilaksanakan didaerah yang besar resikonya.
Persetujuan keikutsertaan dalam penelitian masyarakat yang sedang berkembang ini dapat diperoleh melalui pemimpin formal/tokoh masyarakat yang dapat dipercaya, setelah memberi penjelasan secukupnya kepada masyarakat.
E.     Etika Pengambilan Sampel Manusia
Sejalan dengan perkembangan ilmu antropologi dan kedokteran,penelitian dengan menggunakan sampel manusia menjadi hal yang semakin umum dilakukan. Perkembangan dalam topik penelitian manusia ke arah medis dan karakter genetik juga semakin memperluas kemungkinan pengambilan sampel bagian tubuh atau jaringan tubuh manusia. Berbicara tentang etika dalam pengambilan sampel manusia bisa sangat rumit. Biasanya, kajian etika diawali dari intuisi moral si pengamat, meskipun seringkali tidak berakhir pada hal yang sama. Pada kenyataannya, etika sangat berkaitan dengan persepsi tentang hal yang sangat berarti, nilai-nilai yang dianut, biaya yang mungkin dikeluarkan, serta resiko dan keuntungan yang mungkin diperoleh. Sehingga, penyusunan materi etika suatu penelitian biasanya melibatkan tidak hanya dari kalangan peneliti tetapi juga dari non-peneliti, seperti pakar filsafat, pakar ilmu sosial, organisasi non pemerintah dan perwakilan berbagai agama. Hal ini disebabkan karena cara orang mengambil kesimpulan tentang nilai-nilai etika sangat tergantung kepada pengalaman mereka dalam bidangnya masing-masing. Berbagai forum peneliti ataupun institusi pendidikan maupun penelitian secara lembaga maupun nasional juga menyusun dan mempublikasikan isu-isu etik yang berkaitan denganpenelitian manusia (misalnya Komisi Nasional Bioetik di Indonesia, Nuffield Council on Bioethics, dan European Nutrigenomics Organization di Norwegia). Komite-komite etik tersebut memang diharapkan pembentukannya untuk menguji isu-isu etik, legal, ilmiah dan sosial terkait dengan proyek penelitian yang melibatkan manusia seperti yang tercantum dalam Universal Declaration on Bioethics and Human Rights pasal 19 (UNESCO, 2005). Keberadaan forum dan institusi tersebut secara tidak langsung juga mampu memberikan pembelajaran kepada masyarakat ilmiah maupun umum dalam menghadapi tantangan-tantangan baru sejalan dengan perkembangan praktik penelitian manusia pada masa yang akan datang. Selain itu, perbincangan tentang etika yang melibatkan banyak komponen juga membantu para pengambil keputusan, khususnya dalam pemerintahan, agar mereka bisa membuat keputusan yang paling benar meskipun masyarakat awam menentangnya. Hampir semua komisi bioetik menyatakan bahwa penggunaan bagian tubuh atau jaringan manusia pada prinsipnya adalah dapat diterima dalam pelaksanaan penelitian secara sewajarnya. Konsep ’sewajarnya’ biasanya dikaitkan dengan penggunaan jaringan manusia yang menghindari dan membatasi luka yang diakibatkan seminimal mungkin. Hal ini terutama ditujukan untuk menghormati tubuh dan harga diri manusia sesuai dengan prinsip-prinsip harga diri dan hak asasi manusia seperti yang tercantum dalam Universal Declaration on Bioethics and Human Rights pasal 3 (UNESCO, 2005). Dengan kata lain, penelitian manusia tidak bertujuan untuk memperlakukan partisipan sebagai benda untuk objek penelitian. Semakin banyak luka atau kegagalan fungsi tubuh yang diakibatkan selama kegiatan penelitian ilmiah mengindikasikan semakin rendahnya penghormatan terhadap tubuh dan harga diri manusia. Sebaliknya, terapi dan semua praktik kedokteran dianggap memiliki nilai etika khusus karena bertujuan untuk memperbaiki kerusakan tubuh meskipun dilakukan dengan cara menyakiti pasien. Sehingga, terapi dalam praktik kedokteran tidak dianggap sebagai aktivitas yang tidak menghargai hidup dan harga diri manusia. Penggunaan sampel manusia bisa saja tidak dapat diterima tanpa alasan etika apapun, seperti dalam kasus kanibalisme atau mungkin untuk produksi kulit manusia dan sabun dalam industri kecantikan. Meskipun demikian, pada kasus lainnya, seperti jika kita menjual atau membeli sampel manusia, seringkali masih menjadi perdebatan. Misalnya, di Kanada dan Inggris pembayaran donor dilarang oleh negara sementara di Amerika Serikat, wanita masih diperbolehkan mendapatkan bayaran $4.000 - $5.000 bahkan lebih untuk setiap kali mereka mendonorkan sel telurnya (Steinbrook, 2006). Pembayaran donor dapat diindikasikan sebagai kompensasi atas rasa sakit atau kerusakan yang mungkin diakibatkan oleh kegiatan pengambilan sampel tersebut. Meskipun demikian, pembayaran donor juga bisa menandakan bahwa si peneliti tidak bertanggung jawab lagi terhadap kerusakan atau kegagalan fungsi tubuh yang diakibatkan setelah pengambilan sampel. Pembayaran donor juga menjadi masalah ketika si donor mempunyai ketergantungan atas uang yang diberikan sebagai kompensasi atas sampel yang diberikannya. Permasalahan ini dapat juga disebabkan karena donor sudah mendapatkan informasi yang utuh (informed consent) mengenai dampak penelitian bagi dirinya. Dalam hal ini, peneliti sebaiknya menghindari kemungkinan pasien yang berinisiatif untuk memperoleh dana kompensasi secara rutin melalui kegiatan penelitian tersebut. Meskipun kesukarelaan probandus untuk memberikan sampel merupakan hal utama, tetapi informasi mengenai dari mana sampel didapatkan (pasien atau donor) juga sangat penting. Pemberian informasi bukan berarti memberikan ijin untuk menyebabkan luka pada donor. Dengan kata lain, misalnya membunuh bukan berarti sah untuk dilakukan meskipun diinginkan oleh donor. Hal ini pula yang mendasari etika medis selama ini meskipun pada praktiknya masih sering diperdebatkan. Jika tim medis memerlukan pelaksanaan operasi, maka pasien harus mendapatkan informasi yang jelas mengenai peluang kesembuhannya sehingga pelaksanaan operasi menjadi sah secara hukum jika pasien menyetujui tindakan tersebut. Akan tetapi, permintaan ijin untuk perlakuan medis seperti operasi kadang tidak mungkin dilakukan jika pasien tidak mampu memahami konsekuensi yang akan dihadapinya, misalnya pada pasien anak-anak atau pasien yang sedang koma. Pada kondisi demikian, pemberian informasi dapat diberikan kepada anggota keluarga terdekat yang memiliki hak perlindungan penuh atas kesejahteraan pasien, misalnya orang tua atau saudara kandung pasien. Akan tetapi, pemberian informasi yang utuh tidak selalu memberikan kepuasan kepada donor. Donor juga sebaiknya mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya sehingga dapat mengeliminasi kemungkinan mereka untuk tidak memahami konsekuensi seutuhnya. Donor seharusnya tidak memprediksikan sendiri akibat yang bisa mereka dapatkan. Kondisi ini penting agar penelitian memiliki tujuan yang jelas dan terarah, terutama untuk menghindari kemungkinan tindakan kekerasan, intimidasi, ketidakjujuran, manipulasi, kecenderungan kesalahan pemahaman tentang kegiatan penelitian, ketidakrahasiaan fakta atau hal-hal lain yang bisa menyebabkan konflik kepentingan dan sejenisnya.
F.       Deklarasi Helsinki
Kode etik penelitian kedokteran, yang diberi nama Nuremberg Code, pada awalnya dibentuk sebagai akibat dari berbagai percobaan tidak berperikemanusiaan oleh para dokter NAZI terhadap para tahanan Perang Dunia II. Salah satu yang penting dalam kode tersebut adalah keharusan adanya persetujuan informed consent dari orang sebagai subyek penelitian. Pada tahun 1964, World Medical Association dalam sidangnya yang ke 18 telah mengeluarkan peraturan-peraturan yang dituangkan ke dalam Deklarasi Helsinki I. Baik dalam Neurenberg Code maupun dalam Deklarasi Helsinki I, para peneliti dihimbau untuk memperhatikan dan mematuhi peraturan-peraturan penelitian yang disetujui bersama. Peneliti harus dapat membuat keputusan sendiri apakah penelitiannya menyimpang atau tidak dari norma etik yang telah digariskan. Karena tidak ada pengawasan maka banyak penelitian yang dirasakan masih menyimpang dari norma-norma kode etik. Untuk menghindari hal tersebut di atas maka pada tahun 1975 dalam World Health Assembly ke 20 di Tokyo telah dibuat Deklarasi Helsinki II sebagai hasil revisi dari Deklarasi Helsinki I. Perubahan yang penting adalah adanya peraturanyang mengharuskan semua protokol penelitian yang menyangkut manusia, harus ditinjau dahulu oleh suatu Komisi khusus untuk dipertimbangkan, diberi komentar dan mendapatkan pengarahan (consideration, comments and guidance). Selain itu pada protokol juga harus dicantumkan adanya pertimbangan etik. Deklarasi tersebut telah disempurnakan kembali oleh World Medical Assembly, tahun 1983 di Venesia, tahun 1985 di Hongkong dan di Edinburg, Scotland tahun 2000. Di Indonesia standar etik penelitian kesehatan yang melibatkan manusia sebagai subyek didasarkan pada azas perikemanusiaan yang merupakan salah satu dasar falsafah bangsa Indonesia, Pancasila. Hal tersebut kemudian diatur dalam UU Kesehatan no 23/ 1992 dan lebih lanjut diatur dalam PP no 39/ 1995 tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Dalam Bab IV diuraikan tentang perlindungan dan hak-hak manusia sebagai subyek penelitian dan sanksi bila penyelenggaraan penelitian melanggar ketentuan dalam PP tersebut. Dengan demikian semua penelitian yang menyangkut manusia harus didasari oleh moral dan etika Pancasila, disamping pedoman etik penelitian yang telah disetujui secara internasional. Adalah menjadi kewajiban kita semua bahwa penelitian yang dilakukan dapat dipertanggungjawabkan dari segi ilmiah, moral dan etika yang berdasarkan Ketuhanan danPerikemanusiaan. Dalam penelitian riset biomedik pada manusia terdapat panduan yang tercantum dalam deklarasi helsinski (1964) dari World Medical Assosiation, yang direvisi di Tokyo (1975), di Venesia (1983), di Hongkong (1989), serta Intenational Ethnical Guidlines Of Biomedical Research Involving Human Subject oleh Council For international Organisation of Medical Sciences (CIOMS) dan WHO 1993.
Dalm deklarasi Helsinski terdapat prinsip, prinsip dasar penelitian, etika penelitian yang dikombinasikan dengan pengobatan (riset klinik) Biomedik Non Terapeutik Pada Manusia (Penelitian Biomedik Non Klinik)
Adapun Prinsip Dasar Etika Secara umum, prinsip dasar etika terdiri dari 3 hal: menghormati orang, derma dan keadilan.
a.         Menghormati Orang
Menghormati orang berarti bahwa individu harus memiliki hak untuk bersedia ataupun tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian jika mereka memilih demikian. Poin utamanya adalah bahwa individu-individu ini harus dapat membuat keputusan ini secara mandiri.
b.        Derma
Derma berarti baik, atau suatu perbuatan amal atau hadiah. Dalam konteks penelitian, para peneliti tidak membahayakan mereka peserta dan, akhirnya, manfaat kepada peserta mereka harus dimaksimalkan dan potensi bahaya dan ketidaknyamanan harus diminimalkan. Dalam melakukan penelitian, kemajuan ilmu pengetahuan tidak harus datang dengan harga merugikan peserta penelitian.
c.         Keadilan
Pemilihan peserta penelitian harus merupakan hasil dari prosedur seleksi yang adil dan juga harus menghasilkan hasil pemilihan yang adil, mereka tidak boleh dipilih didasarkan karena anggapan positif atau negatif oleh peneliti. Meskipun peneliti memiliki batasan tertentu untuk peserta yang akan mengikuti penelitian, tiap peserta penelitian harus diberitahu tentang percobaan, serta kemungkinan kondisi saat dan setelah penelitian. Kemudian peserta diberikan keleluasaan untuk menentukan haknya mengikuti/tidak mengikuti penelitian.
Ketiga prinsip dasar etika di atas adalah untuk mewujudkan prinsip kerahasiaan. Secara umum, prinsip kerahasiaan meliputi hak peserta penelitian untuk menentukan penggunaan/akses informasi pribadinya serta hak untuk tetap dijaganya kerahasiaan informasi yang dia bagikan dengan tim riset.

G.      Panitia Etik Penelitian
Peraturan  etika dalam melakukan penelitian, terutama pada penelitian yang melibatkan manusia, baik sebagai responden maupun sebagai objek penelitian. Sebagai contoh penelitian di bidang medis dengan objek percobaan manusia, harus memppertimbangkan aspek etika. Hal dilatarbelakangi pada masa awal penelitian medis pada manusia, terutama pada masa perang dunia II, pada umumnya manusia yang menjadi objek penelitian tidak memperoleh jaminan keselamatan, bahkan diancam agar bersedia menjadi objek penelitian. Sering pula manusia yang menjadi objek penelitian, tidak diketahui lagi nasibnya setelah penelitian tersebut selesai dengan hasil yang tidak jelas. Hal ini terutama berlaku pada masyarakat dari golongan tertentu (beda ras, suku bangsa, tawanan perang, dll).
Sejumlah kode etik telah dikembangkan untuk memberikan bimbingan dan menetapkan prinsip-prinsip untuk mengatasi permasalahan etika tersebut. Dokumen internasional pertama yang menjadi acuan utama untuk etika penelitian adalah Kode Nuremberg yang mengenai kriteria peserta dan pelaksanan penelitian. Dokumen ini kemudian diadopsi oleh Majelis Umum PBB. Perkembangan berikutnya adalah pembentukan Deklarasi Helsinki oleh Asosiasi Medis Dunia mengenai pertimbangan etis pada penelitian biomedis. Dokumen lain adalah Laporan Belmont oleh Komisi Nasional Perlindungan Manusia AS yang menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip berlaku untuk praktek penelitian. Hal ini juga mempengaruhi kebijakan AS dalam melaksanakan percobaan nuklir.

H.       Penelitian Manusia Menurut Agama di Indonesia
Menurut agama islam, penelitian manusia diperbolehkan , selama masih menghargai hak-hak subjek penelitian, hal tersebut didukung oleh firman Allah SWT, Q.S. Al-maidah : 2
“Dan tolong-menolong engkau semua atas kebaikan dan ketaqwaan.” (QS. Al-Maidah: 2)
Dan hadist nabi Muhammad SAW
“  Sebaik – baiknya manusia adalah yang lebih bermanfaat bagi manusia yang lain “ (H-R Thabrani ).
Menurut agama Kristen, Hindu dan Buddha, penelitian manusia diperbolehkan karena bertujuan menolong sesama umat manusia
I.          Institusi Dewan Review
Amerika Serikat memberlakukan peraturan agar semua penelitian (dalam skala tertentu) haruslah diketahui oleh Institusi Dewan Review dan memperoleh ijin dari Institusi tersebut sebelum dilakukan. Lisensi ini mencakup seluruh hal dari detail cara-cara pelaksanaan penelitian, termasuk prosedur perekrutan peserta penelitian, cara memperoleh informasi persetujuan dari peserta, standar keselamatan penelitian, dan seluruh kode etik yang berlaku dalam dunia penelitian internasional.

J.        Pemantauan Data Keselamatan
Meskipun pada saat akan melakukan penelitian telah diberlakukan prosedur yang ketat, seperti memperoleh informasi persetujuan dari peserta dan lisensi untuk pelaksanaan penelitian dari Institusi Dewan Review, suatu penelitian juga harus membuat pemonitoran data keselamatan. Hal ini adalah suatu rangkuman mengenai proses pelaksanaan penelitian dalam hal kaitannya dengan dampak yang terjadi pada peserta serta manfaat dan kerugiannya yang dibuat secara berkala, untuk memantau dan memastikan seluruh standar prosedur etika penelitian telah dilaksanakan. Peneliti dapat membuat sendiri pemonitoran data keselamatan tersebut ataupun memberi dana kepada Institusi Dewan Review untuk pelaksanaannya.
Laporan Penelitian
Suatu penelitian diwajibkan dibuat laporannya kepada Institusi Dewan Review mengenai kondisi yang terjadi jika ada hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana penelitian, yang disebut dengan Keadaan Tambahan. Hal ini dapat terjadi karena adanya tanggapan suatu percobaan yang di luar perkiraan atau perhitungan pada saat pelaksanaan penelitian, tanpa adanya campur tangan peneliti atau peserta. Sedangkan suatu hal yang terjadi di luar perkiraan atau perhitungan prosedur penelitian yang bersifat membahayakan keselamatan peserta, ataupun akibat terjadi penolakan oleh peserta, maka hal ini disebut Keadaan Tambahan yang Serius.













BAB III
SIMPULAN
Penelitian manusia adalah suatu upaya yang dilakukan dalam bidang kedokteran untuk memperbaiki ataupun meningkatkatkan taraf kesehatan. Sehingga dilakukan beberapa pengujia yang membutuhkan sampel manusia untuk mengetahui gejala akan suatu penyakit dan pengobatan yang dilakukan.  Namun banyak penelitian yang menyimpang dari kewajaran, sehingga merugikan pihak pasien.
Oleh sebab itu badan kesehatan dunia mendirikan suatu institusi untuk mengawasi penelitian yang melibatkan subjek manusia, dengan tujuan untuk melindungi pihak subjek penelitian. Dan menghindari terjadinya pe

















DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, M. Jusuf dkk.1998. Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan.  Jakarta: EGC
Shannon, Thomas A. 1995. Pengantar Bioetika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar